PERTOLONGAN PERTAMA (cerita bersambung bagian 2)

Rina menengok jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Jam bertali hitam dengan bahan dasar karet berbentuk lingkaran kecil itu menunjukkan pukul 19.30. Ia baru tersadar kalau bis tengah berhenti di rumah makan, karena sejak ashar ia tertidur di bangku miliknya. Lalu Rina pun menengok di sebelah kirinya, ternyata Bayu tidak ada di bangkunya. Rina pun menegakkan badannya dan menoleh ke belakang, samping kiri dan ke depan, rupanya hanya beberapa orang saja. Mereka tengah tertidur sama hal nya dengan Rina, sementara yang lain pasti tengah turun. Ada yang ke toilet, makan malam, merokok, ada juga yang duduk-duduk saja di kursi persinggahan penumpang sekedar melepas penat seharian di dalam bus sambil menyeruput teh dan kopi panas untuk menghangatkan badan. Seketika terdengar suara kemericik dari perutnya. Ia lupa kalau seharian ia belum makan nasi. Rina pun merapikan jilbabnya dan segera bergegas turun sebelum bus melaju lagi melanjutkan perjalanan. 

Tempat pemberhentian bus ini cukup luas. Kalau dilihat-lihat mungkin ukuran tempat pemberhentian bus ini luasnya seratus kali seratus meter persegi. Rumah makan khas Jawa ini menghadap ke utara. 
Dari pintu gerbang masuk, bangunan gedung terbagi tiga tempat. Bangunan utama adalah yang paling besar, tempat utama perisitrahatan. Bentuk bangunan itu terbuka tanpa tembok tinggi yang membatasinya. Hanya sisi kiri dan belakang saja tembok bercat putih itu menjulang tinggi. Sementara sisi depan dan sisi kanan tembok dibiarkan terbuka, hanya beberapa tiang besar saja yang merupakan penyangga utama bangunan. 

Bagian depan bangunan merupakan kursi-kursi plastik dan meja-meja yang terbuat dari kayu. Meja dibuat memanjang dengan ukuran satu setengah meter kali tiga meter. Ada juga yang meja berbentuk lingkaran dengan diameter dua meter. Semuanya dikelilingi kursi plastik. Kurang lebih ada tiga puluh buah meja yang digunakan sebagai tempat istirahat para penumpang bis. 

Sementara itu, di sisi kiri memanjang ke belakang membentuk leter L, merupakan stan-stan warung dengan barang jualan yang berbeda-beda. Bagian sisi kiri merupakan pedagang-pedagang dengan dagangan jajanan seperi air mineral, ciki-ciki, kueh-kueh kemasan plastik, rokok, jajanan khas oleh-oleh daerah dari beberapa tempat dan juga pop mie. Barang dagangan itu tersusun rapi meninggi. Sementara di sisi belakang terdapat stan-stan jualan nasi seperti nasi rames, nasi gulai kambing, nasi uduk, nasi pecel lele dan ayam penyet, serta nasi padang yang nyempil di salah satu warung yang ada di pinggir sendiri.  

Di luar bangunan utama, sebelah kiri berjarak tiga meter yang merupakan jalan ke belakang, merupakan bangunan tambahan dengan ukuran lebar tiga setengah meter dan panjang sekitar tiga puuh meter. Bangunan itu merupakan warung dagangan untuk Bakso, Soto dan Mie Ayam. Bagian utara bangunan berjejer dua gerobak mie ayam, bakso dan soto. Sementara bagian timur berdekatan dengan dua gerobak yang ada terpajang satu gerobak penuh dengan toples berisikan buah yang sudah diiris, buah yang belum diiris, dan blender. Tersedia berbagai minuman segar dari sop buah, es campur, es dawet, juz dan juga es fenomenal orang Indonesia, es teh.

Di bagian selatan dari bangunan utama, terdapat bangunan lagi yang lebih kecil. Bangunan tersebut menghadap ke barat. Bangunan itu terbagi menjadi dua bagian, sisi utara adalah mushola dan sisi selatan adalah kamar mandi dan tempat wudhu dengan dua pintu. Satu pintu untuk perempuan, dan satu pintu lagi untuk laki-laki. Begitu masuk ke dalam kamar mandi, akan berjejer enam pintu kamar mandi menghadap ke selatan dan tempat wudhu di sepanjang depan kamar mandi tersebut yang disekat dengan tembok tinggi satu meter. 

Malam itu, sekitar sepuluh bus dari armada yang berbeda-beda tengah menepi sekedar untuk mengistirahatkan mesin sekaligus penumpangnya. Bis-bis besar itu merupakan bis lintas provinsi. Ada yang ekonomi ada juga yang AC. Dari sekian banyak bis, rupanya setiap bis penuh berisikan orang yang hendak menuju ke tempat yang berbeda-beda dengan asal yang berbeda-beda pula.

Setelah turun dari bis, tempat pertama yang dituju Rina adalah kamar mandi. Kebetulan hari ini ia tidak sholat, jadi ia ingin cuci muka, sikat gigi, dan membersihkan badannya. Untung saja, antrian yang ada tidak cukup panjang, sehingga ia bisa bergegas masuk ke dalam toilet. 

Untuk takaran toilet umum, toilet itu tergolong bersih dan wangi. Airnya pun mengalir bening di bak kamar mandi yang terbuat dari keramik biru muda. Senada dengan warna keramik bak mandi, lantai kamar mandi pun bersih mengkilat tanpa ada semburat-semburat lumut yang membahayakan orang. Keset. Setiap kamar mandi tersedia sabun mandi yang wangi, dan dipojokan terdapat kotak sampah berlapiskan kresek hitam.

Bagian pojok depan pintu masuk ke toilet, terdapat sepasang meja kursi, tempat penunggu toilet. Di atasnya terpampang satu kotak untuk uang kebersihan bertuliskan angka Rp 2.000,00. Kebetulan, sewaktu Rani di toilet penunggu kotak kebersihan toilet itu tidak ada. Seketika seorang ibu seksi dengan tiga putrinya nyelonong tanpa memasukkan uang dua ribu rupiah ke kotak kebersihan itu ketika hendak keluar toilet. Padahal, secara penampilan ibu itu terbilang orang mampu. Rani pun seketika cepat-cepat keluar dengan terlebih dahulu memasukkan uang dua ribu rupiah ke kotak itu, lalu mengejar ibu seksi itu.

Dari belakang Rani menyentuh pelan bahu ibu itu dengan rambut yang berkuncir dan anting-anting besar melingkar heboh di daun telinganya. Anak-anaknya sudah lebih dulu berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir di depan, mobil pribadi berwarna hitam.

"Ibu, mohon maaf, sepertinya ibu tadi belum memasukkan uang ke kotak kebersihan?", Ucap Rina sambil tersenyum ketika ibu seksi itu menoleh kepadanya. Ibu itu terlihat malu dengan reflek mengangkat tangannya menggarukkan ke kepalanya yang barangkali tidak gatal. Lalu tersenyum nanggung kepada Rina yang sudah mengingatkannya. Ibu itu pun berbalik ke belakang. 

***

Usai menunaikan sholat jamak takhir maghrib dan sholat isya', Bayu menuju ke bangunan utama untuk mencari makan. Ya, seharian ia menahan lapar karena pagi ia pun tidak sempat sarapan. Dipilihnya menu nasi rames dengan lauk ayam goreng dan sayur tiga macam, tumis kacang panjang, kering tempe, dan mie kuning campur kubis. Bayu pun memesan satu teh hangat dan membeli satu botol air mineral. Total harga semuanya adalah dua puluh ribu rupiah.

Beruntung masih ada satu tempat kosong yang jadi incaran sebagai tempat duduknya. Dipojok belakang satu meja bundar dengan dua kursi plastik kosong belum berpenunggu. Ia pun menghampiri kursi dan meja itu. Waktu berisitrahat tinggal 15 menit lagi sebelum bis melanjutkan perjalanan. Itu artinya, ia harus segera melahap nasi remes yang sudah dipesannya.

Seketika ada teriakan dan suara gaduh dari orang di luar bangunan utama itu. Seorang perempuan tua di bopong ke teras bagunan bakso. Perempuan tua berjilbab hitam itu tiba-tiba pingsan ketika ia sedang berjalan. Perempuan itu dibaringkan ke lantai berdebu dan dikelilingi oleh sekitar enam orang. Sementara yang lainnya melihat dari tempat masing-masing. Begitu juga para penumpang yang sedang istirahat di bangunan utama, mereka hanya berdiri melihat pada kerumunan orang itu. 

"iki piye iki?", teriak bapak-bapak berbaju batik dengan tas gendong kecilnya. 

"masuk angin paling masuk angin", tukas yang lain menduga-duga.

"terus diapakne iki?", jawab bapak berbaju batik itu lagi dengan mimik yang sangat panik. Begitu pun dengan yang lain, yang tidak tahu cara mengatasinya.

"wei minyak angin wae", laki-laki berkaos hitam di kerumunan itu menyahut.

"nyuwun sewu pak, sekedap kulo perikso rumiyen", tiba-tiba seorang perempuan muda, Rina, menyeruak dari kerumunan mendekati wanita setengah baya yang sedang pingsan. Ia menempelkan telinga kanannya di dada wanita yang sedang pingsan, tepat dimana jantungnya berada. Masih terdengar detak jantung. Ia pun mengajukan jari telunjuk kanannya ke depan hidung wanita yang pingsan, masih terasa hangat hembusan nafasnya. Lalu Rina melepaskan jaketnya dan meletakkan jaketnya di bagian belakang bahu wanita yang pingsan tadi. Ia membuka mulut wanita yang pingsan dan menyinari dengan baterai handphone, tak ada sumbatan. Dilihatnya di sekitar kepala wanita itu, tidak ada pendarahan. Dipanggilnya wanita itu perlahan-lahan. Bu, ibu.. bu, ibu,.. sampai terulang lima kali. Lalu terdengar suara rintihan dari wanita itu, dan gerakan kepalanya. Alhamdulillah. Untuk menjaga kesadarannya, Rina terus mengulang memanggil nama wanita setengah baya itu sampai wanita itu akhirnya tersadar dari pingsannya.

Selanjutnya, Rina pun mengendorkan celana perempuan wanita itu, lalu membuka resleting bajunya, dan melepaskan jarum pentul yang mengunci jilbab segi empatnya. Dipegangnya telapak tangan wanita yang kini tengah sadar dari pingsannya, dingin. Rina pun mengeluarkan minyak angin dari tas dan mengoleskannya pada telapak tangan dan kaki wanita itu. Ia juga meminta seseorang untuk menyediakan teh manis hangat yang lalu diminum oleh wanita yang pingsan tadi dengan mendudukkannya perlahan-lahan bersandar pada tembok bangunan bakso.

"ibu sudah makan?", tanya Rina pada wanita setengah baya itu. 

"belum mbak, saya hari ini puasa. Mobil baru sampai sini habis isya', di mobil cuma buka sama air putih dan kue seadanya", jawab wanita itu masih lemas dan terlihat pucat.

"oh, mungkin ibu dehidrasi juga", jawab Rina menebak.

"iya, setengah hari saya nunggu bis, begitu sampai terminal bisnya nggak berangkat-berangkat. Lalu sempat macet tadi di daerah brebes, mangkanya saya kayak diungkep dimobil", jawab wanita itu menceritakan kondisinya.

Sambil menemani wanita itu seketika suara pemberitahuan dari mic terdengar mengalun diseantero tempat pemberhentian.

Mohon perhatiannya, kepada seluruh penumpang jurusan Jakarta-Yogyakarta nomor plat AB 7889 silahkan menuju ke bis anda di sisi barat, karena kendaraan anda akan segera melanjutkan perjalanan. Sekali lagi, kepada penumpang jurusan Jakarta-Yogyakarta nomor plat AB 7889 ditunggu kondektur dan sopir di bus di sisi barat, karena kendaraan anda akan segera melanjutkan perjalanan.

Rina pun berpamitan kepada wanita yang pingsan tadi. Wanita asal Bekasi dan hendak pergi ke Magelang itu sudah terlihat membaik, ia juga sudah makan nasi pesanan Rina yang seharusnya akan dimakan Rina di bis. Wanita itu berterimakasih atas bantuan yang sudah Rina berikan. 

"Makasih lho mbak Rina sudah menolong saya. Saya betul-betul tidak tahu harus membalas apa", wanita itu memegangi tangan Rina, menyalaminya dengan erat.

"Njih Bu, sami-sami. Semoga sehat dan segera pulih njih Bu. Jangan lupa diisi perutnya dan perbanyak minum air putih", Rina berpesan kepada Warsini, nama wanita itu.

***

Mobil sudah melaju kira-kira lima belas menit. Semua orang nampak terbuka matanya, mungkin karena kondisinya segar setelah mengisi perut dengan perbekalan yang cukup di peristirahatan tadi. Hanya Rina seorang yang sepertinya belum dan juga tidak sempat menikmati makan di peristirahatan tadi. Mana ia belum maka siang. Dan roti bawaannya pun ada di tas di bagasi atas. Sulit dan sungkan untuk mengambilnya dan meminta pertolongan pada Bayu laki-laki yang di sampingnya. Sedari tadi ia hanya memegangi perut dan mengelus-elusnya, sambil menegak air mineral di genggamannya.

Sementara itu, Bayu mengambil plastik yang ada di kantung kursi depannya. Ya, setiap kursi di bis ini bagian belakangnya tersedia kantung berbentuk jaring-jaring. Biasanya digunakan untuk meletakkan air mineral atau makanan ringan para penumpang yang duduk di belakang kursi tersebut. Ia mengeluarkan satu kotak putih berbahan dasar stereoform. Bayu menyodorkan kepada Rina yang tengah menatap kaca jendela.

"Mbak, ini buat njenengan", Bayu memanggil Rina. Rina pun menoleh dan melihat sekotak makanan yang disodorkan padanya. Ia belum mengambilnya.

Baru ia mau bertanya tentang apa itu, ketika mulutnya hendak terbuka. Namun seolah Bayu mengerti bahasa apa yang ingin disampaikan oleh Rina dari raut wajahnya. 

"Ini nasi ayam goreng mbak Rina. Maaf lho, saya ndak tahu kesukaan njenengan. Tadi saya lihat nasi kotaknya njenengan dikasihkan ke ibu yang pingsan tadi. Lalu  ada panggilan masuk ke bis kalau bisnya mau jalan. Kayaknya mbak Rina ndak sempat beli lagi, jadi saya inisiatif beliin", jawab Bayu menjelaskan sedikit panjang. Karena begitulah yang ia saksikan tadi, ia tahu seharian di perjalanan sama-sama belum makan siang. Pasti rasanya lapar kalau perut tidak diisi makanan berkalori. 

"wah mas, kok repot-repot lho. Saya ganti ya uangnya. Berapa harganya?", jawab Rina jadi tidak enak hati.

"Ndak usah mbak, itung-itung saya sodaqoh diperjalanan. hehehe... Ini, silahkan diambil", Bayu menyodorkan sekotak nasi itu lagi kepada Rina.

"Alhamdulillah, terimakasih lho mas", jawab Rina sambil tersenyum.

"Monggo mbak, langsung dimakan saja, mumpung masih hangat nasinya, sebelum mbak Rina pingsan di bis", Bayu membuat guyonan agar suasana lebih akrab.

"nggih".

***

Komentar

Postingan Populer