Kesepakatan Pattimura

"woi... bangun bangun bro. udah jam 4 nih. katanya mau sahur", jaka membangunkan toni yang sedari tadi tidur mendengkur. Ampun dah anak satu ini. Paling susah bangunnya. Perlu di goyang-goyang dulu badannya. Bila perlu ditendang pantatnya. Atau disiram mukanya biar bangun. Pernah, dari lima penghuni kosan pattimura ini, empat orang bergantian membangunkan toni untuk sahur. Sampai adzan shubuh tiba tak bangun juga. Begitu yang lain pulang dari masjid, toni menangis karena tidak ikutan sahur. Parah. Sahur kali ini bukan karena bulan ramadhan. Atau karena bulan-bulan yang disunnahkan berpuasa. Ide puasa ini muncul dari cokro yang sudah semingguan memikirkannya. Bukan apa-apa, anak-anak pattimura ini bukan anak-anak sholeh yang kalau orang nyebutnya ikhwan. Bukan pula anak punky yang tindikan dimana-mana. Mereka semua adalah anak bapak dan mamaknya. Hahaha… Cokro sudah semingguan memikirkan ini. Harus ada transformasi di dalam diri anak-anak pattimura ini. Transformasi ke jalan yang lurus. Jalan yang nggak berkelok-kelok, tapi kalau belok ya nggak apa-apa. Biar nggak nerabas. Apa coba gara-garanya? Semua itu dikarenakan pengumuman yang empat hari berturut-turut mengganggu pikiran anak pattimura. Pengumuman yang di suarakan di masjid selepas shubuh.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Innalillahiwainnailahi rojiuun, telah meninggal dunia bapak….. ibu…. Tadi malam.. kemarin petang… shubuh tadi… pukul…. Dengan usia…. Dikarenakan sakit dikarenakan… 

Memang, dua minggu yang lalu, entah kenapa di lingkungan pattimura ini banyak sekali orang meninggal. Setiap pagi ada saja pengumuman orang meninggal. Yang pertama mbah bromo usia 78 tahun, yang kedua bu ngadiyem usia 55 tahun, yang ketiga doni usia 5 tahun dan yang terakhir adalah waria kampung, mas roni atau nama wanitanya mba rani, meninggal usia 25 tahun. Rumah kesemuanya nggak jauh-jauh dari kontrakan pattimura. Jadilah selama empat hari anak-anak pattimura saling bergiliran untuk takziyah.

Suatu malam saat anak-anak pattimura makan bersama, si udin nyeletuk, “bray, kok aku merinding ya kalau pagi. Gara-gara tiap pagi pengumuman orang mati terus. Kira-kira besok pagi siapa ya gilirannya?”, si udin yang kurus kerempeng mengungkapkan unek-uneknya.

“hush… ngawur kamu ngomongnya. Ya emang udah takdirnya meninggal berurutan. Mau gimana lagi”, rio menanggapinya, sok bijak.

“iya sih, aku juga sama kayak kamu din. Jujur ya, aku seminggu ini kepikiran terus. Sampek-sampek terbawa mimpi”, cokro menimpalinya, sambil berpikir ada ide yang mau dia sampaikan. Masuk dari mana ya ngomongnya.

“wah, ngimpi opo kowe kro?”, udin penasaran.

“aku ngimpi mati, terus di dalam kuburan aku dililit ular. Ularnya banyak, semuanya menjalari tubuhku”, sambil merinding cokro membayangkan mimpinya.

“coba geh diingat-ingat, itu kemarin yang pada meninggal usianya beda-beda. ada yang tua, ada yang anak-anak, dan itu mbak rani usianya kan sepantaran kita. Ngomong-ngomong mba rani, kemarin ceritanya gimana din? Kan kamu yang takziyah kesana?”, cokro penasaran dengan kematian mb rani alias mas roni.

“nggak tau ya, hawanya horor gitu lhoh. Auranya seram, gelap. Kalian tahu nggak, yang takziyah yo kawan-kawan malamnya itu. Sesama waria. Terus, yang takziyah itu pada ‘ngerasani’ almarhumah mbak rani. Apa lagi ibu-ibu kompleks. Na’udzubillah. Katanya sih, mba rani itu meninggal karena over dosis. Jenazahnya meninggal pas dibawa ke rumah sakit dari tempat nongkrongnya itu”, ternyata udin bocor juga. Tapi itu semua tidak mengada-ada. Setidaknya itulah yang udin dengar saat takziyah ke rumah mba rani.

“astaghfirullah… kasihan yo cah. Ngomong-ngomong, kita nanti meninggalnya gimana ya? Wes mbok rancang cah matimu piye?”, cokro mulai masuk ke alam pikiran teman-temannya.

“mati kok dirancang. Nggak dirancang juga nanti mati kok kro-cokro”, toni yang dari tadi makan lahap akhirnya ikut bicara.

“bukan gitu lho bray, maksudku itu mumpung kita masih ingat, gimana kalau pelan-pelan kita coba benahi diri kita. Terutama ibadah kita ini. Sholat, baca qur’an, infaq, puasa. Bila perlu yang sunnah itu kita coba lakukan. Bareng-bareng biar enteng”, cokro menyederhanakan maksudnya. To the point.
“iya, aku sepakat sama kamu kro. Aku pernah dengar waktu training motivasi itu, mati juga harus dirancang. Mau masuk syurga apa neraka. Mau ditemui malaikat munkar apa nakir. Mau dibukain pintu malaikat malik apa ridwan. Tak roso, pengumuman kematian yang beruntun kemarin itu, teguran buat kita, anak-anak pattimura. Yo po ra?”, Alhamdulillah. Akhirnya ada yang mendukung ide cokro. Si jaka. Ide itu akan sulit dilaksanakan kalau cuma sendiri. Tapi kalau bareng-bareng sama anak-anak pasti lebih mudah. Dan yang lain pun manggut-manggut, biarkan mereka berpikir. Hal semacam ini memang tak bisa dipaksakan. Awal berbuat baik butuh perjuangan dan kemauan. 


***


Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Kebetulan hari kamis ini lengkap jam dua sudah pada pulang dari kuliah. Kamis adalah jatah piketnya udin dan jaka. Meskipun mereka cowo, tapi untuk makan, mereka anti beli. Bukan karena jauh atau karena nggak cocok dengan menu masakan di luar sana. Tapi untuk berhemat. Masak sendiri jauh lebih sehat. Dan juga untuk mengasah kemampuan mereka dalam memasak. Kalau kata rio, suatu saat nanti berumah tangga kalau-kalau istri lagi pergi bisa masak sendiri.

“ka, hari ini masak apa?”, toni ke dapur ngontrol. Dari lima orang, toni memang yang paling rewel kalau soal makanan. Nggak doyan inilah, nggak doyan itulah. Jangan pedes-pedeslah, jangan pakek kuahlah. Nyinyir kayak cewe memang.

“terong”, jawab jaka singkat.

“opo? Terong? Wingi isuk terong, sore terong, mau saur terong, saiki buka juga pakek terong lagi? Nggak eneng seng lain opo? Sampek terongen kih”.

Tuh kan. Jaka sudah bisa menebak. Pasti ni kanjeng romo berisik lagi.

“ya lagian, kalian ini pulang kampung, balik kesini kok ya bawa terong semuanya. Coba lihat tuh. Sak karung kui terong kabeh isine. Sayang kan kalau mbusuk. Apa mau dijual ke kosan sebelah aja sebagiannya? Siapa tahu cewek-cewek menel itu mau”, si udin menjawab sambil cengengesan. Tapi memang benar, cokro, rio dan jaka tiga hari yang lalu pulang kampung. Balik ke kosan dibawain terong seplastik-seplastik sama orangtuanya masing-masing.

“mana mau cewe-cewe gedongan itu masak cah-cah. Lagian pasti juga nggak pada bisa masak”, toni berlalu sambil cemberut. Sejujurnya toni nggak suka sayur terong. Rasanya itu kayak kenyel-kenyel gitu. Cuma, daripada beli di luar yang bakalan nguras uang sangunya, mending ditahan-tahan dah tu perut dari mules-mules.


***


Pagi yang dingin. Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Hari ini keluarga pattimura bangun kesiangan semuanya. Mereka bergadang menonton sepak bola liga eropa. Sampai akhirnya adzan shubuh pun tak terdengar. Hari minggu yang melalaikan. Jaka terbangun lebih dulu. Dilihatnya jendela, diluar sana hari terlihat cerah. Kicauan burung pun mulai bersautan menandakan alam sudah terbangun.

“woooooiiii, bangun-bangun. Sudah jam enam. Belum pada shubuhan kan. Ayo shubuh berjama’ah”, Jaka berteriak sekeras-kerasnya. Supaya tak perlu mengetuk pintu per kamar. Penghuni pattimura pun terbangun. Toni yang biasanya susah bangun, hari itu langsung bangun dan langsung lompat. Ia terkejut karena tirai jendela yang disibakkan cokro memancarkan cahaya matahari tepat diwajahnya. Ditambah pukulan keras Jaka pada pintu kamarnya yang searah ke kamar mandi. Anak-anak pattimura berjalan berurutan menuju kamar mandi. Ada yang masih ngucek-ngucek mata, ada yang sedang menguap, ada yang sedang wudhu, dan ada yang sedang di kamar mandi.

Sementara jaka sudah menunggu di tempat sholat. Seketika itu mereka pun mendengar sebuah pengumuman dari mushola. Baru terdengar salam, mereka sudah saling berpandagan. Saat itu juga rasa kantuk menghilang. Dalam hati masing-masing membatin, pasti ada lagi nih. Dan kemudian menerka, siapakah dia. Ada juga yang bsudah berniat, anak-anak pattimura mesti datang semua nih, mumpung ngumpul di rumah semua. Untuk muhasabbah.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengumuman….. diberitahukan kepada seluruh warga dusun kamboja hari ini agar berkumpul di mushola untuk gotong royong dalam rangka lomba desa. Masing-masing warga diharapkan membawa perlengkapan seperti sabit dan cangkul. Demikian pengumuman ini disampaikan oleh kepala rukun warga bapak haji muhidin. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Sementara itu, tampak sehelai kertaas menempel di setiap pintu kamar penghuni pattimura. sehelai kertas yang berisi kesepakatan bersama, kesepakatan dalam rangka merubah penghuni pattimura menjadi pribadi yang lebih baik. khususnya kaitannya dengan ibadah. kesepakatan itu dibuat dalam konverensi meja bundar. di sebuah kafe.


MEMORANDUM OF PATTIMURA
1. Sholat fardhu tepat waktu dan berjama'ah di masjid
2. Puasa sunnah senin kamis dan ayyaumul bidh
3. Tahajud minimal 4x dalam seminggu
4. sholat dhuha setiap pagi
5. Tilawah al-Qur'an satu juz sehari
6. Olahraga fisik satu minggu sekali
7. Makan sehat, berimbang, bergizi, dan beragam 8. Rihlah bersama satu bulan sekali




Komentar

Postingan Populer