Ramadhan Telah Usai Bagaimana Dengan Jiwa Kita??

Saya rasa setiap insan yang beriman akan selalu merasa bahwa ramadhan adalah hari-hari yang cepat untuk dilalui. Terlebih ketika tepat pada tanggal 1 syawal, Idul Fitri. Rasa-rasanya baru saja kemarin menahan dahaga dan lapar di siang hari yang panas, melewati hari-hari dengan Al-Qur'an yang lebih kerap dibaca dibanding bulan-bulan lainnya, dan juga melewati malam-malam yang dingin dengan sahur bersama keluarga, atau buka bersama bareng sahabat dan kerabat. Ahhh... Indah sekali bukan??

Namun, ramadhan berlalu maka kebiasaan-kebiasaan yang baik itu pun ikut berlalu. Usai sudah untuk diteruskan. 1 syawal sudah tidak lagi dihiasi dengan lantunan Al-Qur'an baik di masjid-masjid maupun di rumah-rumah insan beriman. Meja ruang tamu telah berhias dengan kue-kue manis yang berwarna-warni. Bahkan dapur yang biasanya senyap dengan makanan kini telah berganti dengan ketupat dan opor ayam. Pada frame yang lain, pukul tiga pagi tidak terlihat orang-orang menengadah dan tersungkur dalam sujud yang dalam, memohon ampunan Tuhan. Itulah mengapa idul fitri dapat disebut sebagai kembali kepada "Al-Futur" yaitu kembali kepada kefuturan. 

Bulan syawal, memang tidak diharuskan untuk saling meminta maaf. Hal ini terlihat pada setiap moment syawal, masyarakat saling berkunjung ke rumah tetangga, sahabat dan kerabat untuk saling meminta maaf. Namun apakah kemudian hal itu menjadi suatu perbuatan yang salah? Tentu saja tidak. Hanya tolong, bersungguh-sungguhlah dalam memaafkan dan meminta maaf. Sehingga bukan saja nampak sebagai suatu kebiasaan. Terutama pada keluarga kita. Ayah, Ibu, Suami, Istri, dan Anak-anak. Merekalah yang setiap hari bersama kita, merekam segala ucap dan sikap dalam setiap detik, menit, dan hari-hari biasanya. 

Namun yang lebih penting dari saling memaafkan adalah kita harus mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan selama bulan ramadhan. Bagaimana kita belajar menahan diri dari segala penyakit hati, bagaimana kita menahan diri dari perbuatan buruk. Adakah usaha kita itu bertahan saat ramadhan telah usai?? Ramadhan adalah hamparan waktu yang menerbangkan kita kembali kepada fitrah jiwa kita. Kembali kepada jiwa yang benar-benar suci. Fitrah jiwa adalah fitrah yang membuat kita lebih merasakan tingginya nilai akhirat daripada dunia. Menuntut kita untuk lebih menghargai nilai-nilai akhirat dibandingkan nilai-nilai dunia. Hal ini dapat mudah kita contohkan dalam kehidupan keseharian kita. Bagaimana kita segera menyikapi panggilan sholat? Apakah dengan tetap merasa "nanggung" dengan pekerjaan kita atau bersegera dalam barisan terdepan dalam shof-shof sholat?? Bagaimana ketika kita merasa kesal di jalan raya saat mengendara atas ulah seseorang yang tiba-tiba saja memotong jalan kita? Marah-marah atau tetap senyum dan beristighfar??

Sahabat, mengapa Ramadhan belum membuat kita lebih menghargai akhirat daripada dunia? Bahkan untuk kesekian kali ramadhan yang kita lewati, mungkin selama usia hidup kita, 25 tahun? 26 tahun? 50 tahun?
Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena jiwa kita belum memahami dan merasakan tingginya nilai akhirat dibandingkan nilai dunia. Nafsu dunia masih menggelayut begitu dekat dengan jiwa kita. Karena Ramadhan adalah hamparan kesempatan untuk kembali pada fitrah jiwa kita, sehingga kita akan menjadi seseorang yang memahami kehendak jiwa kita.

Lalu, apa saja sebenarnya yang menjadi kehendak jiwa kita?? Sahabat, sesungguhnya jiwa kita memiliki kampung halaman. Seperti hal nya seseorang yang merantau, meninggalkan kampung halamannya dalam waktu yang lama, tentu ia akan merasakan kerinduan yang dalam terhadap kampung halamannya. Apakah itu kehidupan di kampung halaman, makanan khas kampung halaman, keluarga yang di kampung halaman, ataupun suasana kampung halaman. Begitu juga dengan jiwa kita. Dan, apakah kampung halaman bagi jiwa kita? Kampung halaman bagi jiwa kita adalah kampung akhirat. Jiwa kita selalu merindu nilai-nilai akhirat. Segala kebaikan yang bermuara di akhirat, itulah yang disukai oleh jiwa kita. Untuk itu, kita harus berusaha menghantarkan jiwa kita kembali kepada kampung akhiratnya. Oleh karena itu, ada 3 kehendak jiwa kita yaitu:

a) Selalu merasa terikat dengan Allah (selalu ingat kepada Allah)
b) Lapang menerima urusan dunia apapun (ikhlas)
c) Merasakan akhirat itu lebih bernilai dari dunia (Tenang)

Kehendak-kehendak jiwa kita itu akan diiringi dengan kehendak Allah swt yaitu hukum dan takdir. Keduanya tak pernah terpisah. Dimana ada hukum Allah swt disitu akan terdapat takdir Allah swt bagi hambanya. Begitupun sebaliknya. Bagaimana menuruti kehendak Allah swt tersebut?  Ada dua jalan bagi jiwa kita untuk menuju stasiun akhir bernama khusnul khotimah yaitu dengan jalan tunduk (Khudu') dan patuh (Tha'ah) pada semua kehendak Allah swt (Hukum dan Takdir).

Sahabat, begitulah jiwa kita. Dengan memahami seperti apa sesungguhnya jiwa kita insyaallah di setiap bulan kita akan selalu terjaga dari perbuatan buruk dan istiqomah dengan kebaikan-kebaikan. Mari berusaha istiqomah dalam syawal dan bulan-bulan selanjutnya, sampai Allah swt pertemukan kita kembali di bulan ramadhan tahun depan. So, jangan lupa puasa syawalnya ya...

Taqoballahu mina wa minkum ^_^




Ya Allah, istiqomahkan aku dalam kebaikan di sepanjang usia ku hingga maut menjemputku dalam khusnul khotimah....





Komentar

Postingan Populer