Sahabatku, Kini Kau Telah Berubah (Bagian 1)

"Kamu nggak akan pernah mengerti kehidupanku sa, bagaimana perasaanku dan kesulitan hidup yang kualami selama sepuluh tahun ini". Ungkap icha suatu hari saat pertemuan tak sengaja itu terjadi antara dirinya dan raisa, sahabatnya dulu.
"Aku sudah bukan icha seperti yang dulu. Seperti yang kau lihat sekarang, aku sudah berubah.  Aku bukan wanita baik-baik yang polos dan lugu seperti yang kau kenal. Ini hidupku, ini pilihanku. Tak ada hak kau ikut campur dalam hidupku", ucapnya lagi berapi-api sambil memegangi rambutnya yang terurai dengan kedua tangannya.

***

Sudut halaman belakang rumah itu dikelilingi pagar batu alam yang berhias tanaman salur. Tumbuh juga pohon-pohon yang rindang di setiap sudutnya. Dan di salah satu sudut , di bawah pohon mangga itu terdapat sepaket kursi dan meja tempat pemilik rumah biasanya menikmati senja. Sementara di sisi lain, tumbuh pohon bambu yang kecil-kecil nan tinggi menghias pagar, mengindahkan dan menyejukkan mata yang memandangnya. Halaman yang tak begitu luas, tapi cukup lapang untuk dibuat kolam renang seluas 8x8 meter. Air kolam renang terlihat biru karena pantulan warna keramik, tenang  seolah menyapa sang pemilik rumah untuk membelainya dalam kehangatan sinar matahari yang hampir tenggelam.

Dikursi itu, duduk wanita cantik usia 28 tahun. Dialah istri pemilik rumah yang telah dikaruniai dua orang anak yang lucu dan menggemaskan. Hidupnya begitu mudah untuk dilalui. Tak ada kesakitan berarti yang harus ia lewati untuk mendapatkan semua yang dimilikinya saat ini. Wanita itu, duduk menyelonjorkan kedua kakinya pada dipan kayu yang menghadap ke kolam renang. Kedua tangannya bersedakep diatas perutnya. Matanya terpejam. Namun pikirannya melalang buana pada kejadian dua malam yang lalu.  Dialah Raisa, ibu muda yang selalu mendapat pujian dari teman-teman pengajiannya, dan beberapa kali mendapat gelar karyawan teladan pada perusahaan tempat ia bekerja.

Kerap kali Raisa pulang ke rumah dalam waktu larut malam. Bahkan kadang lebih dari pukul 12 malam. Posisinya sebagai karyawan yang memiliki jabatan, memang tak mudah untuk meremehkan pekerjaan yang kantornya saja tutup pukul empat sore. Usai magrib dan isya, kadang rapat pimpinan perusahaan baru saja dimulai. Meski begitu, suaminya tak pernah menuntut dirinya. Karena Raisa tahu bagaimana menjadi istri yang dapat memenuhi kebutuhan suami dan anak-anaknya, ia pun cerdas membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarganya. Walau kadang ia merasa ingin berhenti dari pekerjaannya dan cukup santai di rumah mendidik dan menemani anak-anaknya.

Malam itu, usai lembur, masih pukul 11 malam, Raisa mengendarai mobilnya sendiri hendak pulang ke rumah. Kota Jakarta yang notabene adalah kota besar, jam segitu tentu masih banyak lalu lalang kendaraan di sepanjang jalan. Namun entah mengapa malam itu, Raisa hendak pulang melewati jalan yang tidak biasanya ia lewati. Jalan sepi yang banyak orang ogah melewatinya. Namun dalam perjalanannya, Raisa membayangkan ingin melihat kehidupan malam jakarta dari sisi yang berbeda. Mungkin ini akan menjadi pengalaman menarik untuk Raisa, pikirnya. Begitulah Raisa, jiwa sosial yang ia punyai sejak SMA tak pernah hilang dan melekat pada dirinya. Dan malam ini, jiwa sosial itu seolah menggelitik dirinya untuk mencari hal baru. Semua tahu, seseorang yang berjiwa sosial seringkali melakukan observasi terhadap sesuatu hal sebelum ia mengulurkan tangan sebagai bentuk empati dan bantuan atas kepeduliannya terhadap sesuatu itu. Begitupun dengan Raisa. Maka kali ini, ia sengaja melewati daerah lokalisasi pelacuran yang ada di sudut Kota Jakarta. Toh, sebenarnya jalan yang akan ia lewati adalah jalan alternatif menuju ke rumahnya. Maka dengan kebulatan tekad, dengan keberanian diri ia akan melakukan peninjauannya malam ini.

Malam semakin larut dan dingin. Jalanan mulai sepi lalu lalang kendaraan untuk wilayah yang Raisa lewati. Ada suasana yang aneh mengusik bulu kuduknya, duduk mengendarai mobil pun mulai tak tenang. Tapi ia coba berbenah diri, menenangkan dirinya. Satu hal yang ada dalam keyakinannya, kedatangannya ke tempat lokalisasi-meski berencana hanya lewat saja tidak mampir-adalah suatu hal bodoh yang harus dilakukan. Apalagi bagi Raisa yang tertutup rapat dengan hijabnya.  Akan terlihat aneh mengapa di malam yang larut berkeliaran wanita berjilbab di tempat yang seram seperti ini. Tapi sekali lagi, ia hanya observasi untuk kemudian menemukan ide sosial yang akan ia wujudkan bersama teman-teman sepengajiannya. Tentu tak lupa, ia telah menelpon suaminya untuk izin melakukan observasinya. Dan seperti biasa, suami Raisa tak melarangnya.

Tepat di permulaan jalan daerah kali jodo, Raisa mengucapkan basmallah. Memohon pertolongan Tuhan atas kekonyolannya ini. Tak peduli apapun, ia mengendarai mobil perlahan-lahan dengan kaca yang tertutup rapat. Terlihat di kanan-kiri jalan para wanita-wanita jalang menjajakan dirinya. Mereka coba menghentikan setiap kendaraan yang melintas. Dengan segala dandanan yang menor dan pakaian yang minor, para wanita itu terlihat lincah menawarkan diri. Terlihat di sebelah kanan, sebuah mobil sedan mewah berplat B, menyembulkan kepala dari jendela mobil. Sepertinya sedang terjadi tawar menawar sebelum akhirnya wanita jalang itu masuk ke dalam mobil mewah itu. Duhhh, ngerinya. Raisa menelan ludah yang sebenarnya ia tidak merasa haus.

Raisa tetap melanjukan mobilnya perlahan, sambil sesekali tangan kanannya jeprat-jepret mengambil gambar sebagai bahan tulisan artikel yang sudah ia rencanakan untuk dibuat. Namun tiba-tiba, seseorang sengaja menabrakkan dirinya ke mobil Raisa. Dan Raisa pun terkejut. Wanita yang tertabrak itu pun berdiri, mengeplak-ngeplakkan tangannya pada betis yang terkena pasir. Wanita jalan dengan rambut terurai, berpakaian blus berwarna merah dengan panjang di atas lutut itu menghampiri sisi kanan mobil Raisa. Yakni tepat di jendela Raisa berada. Belakangan Raisa tahu bahwa "menabrakkan diri" ke mobil yang melintas adalah salah satu metode para wanita jalang untuk menghentikan mobil yang melintas itu.

Jendela mobil Raisa diketuk tiga kali oleh wanita jalang itu. Mungkin pikir wanita jalang, pengendara mobil Raisa adalah seorang lelaki. Raisa pun membuka jendela mobilnya, lalu menoleh ke hadapan wanita jalang yang di depannya. Wanita jalang itu, mendekatkan wajahnya ke jendela mobil Raisa, sebelum akhirnya ia kaget, bahwa ternyata yang di dalam mobil adalah wanita berhijab. Namun yang lebih mengagetkan adalah ketika dua pasang mata kedua wanita itu saling beradu. Lamaaaa. Seolah ada yang tak asing dari keduanya. Sama-sama pernah tahu, atau lebih tepatnya adalah pernah saling mengenal....




Komentar

Postingan Populer