Cerita Pernikahan



"Rani, kamu yakin mau menikah dengannya? Sudahkah kamu benar-benar memikirkannya Ran?", begitulah jawaban sahabatku saat kuutarakan padanya dengan siapa aku akan menikah. Hanya menunggu dua minggu lagi akad nikah itu akan dilangsungkan. Seandainya dalam diri ini masih ada keraguan, sepertinya sulit untuk membatalkan pernikahan itu. Bagaimana tidak, lamaran sudah dilakukan, bahkan undangan pun sudah masuk ke percetakan.

"Apa masih memungkinkan bagiku untuk mundur Sil?", aku balik bertanya pada Sisil sahabatku.
"Sudah sejauh ini persiapan pernikahan kami. Tak mungkin aku membatalkannya", terangku pada Sisil.

"Tapi Rani, kamu tahu siapa Adi itu. Kamu tahu kan sudah beberapa kali dia menyatakan cinta pada akhwat. Bukan untuk dinikahi Rani, tapi hanya untuk diajak bermaksiat. Kamu bahkan tahu kalau Adi sempat disidang oleh para senior karena ulahnya itu", pernyataan Sisil memang tak ada yang salah, tapi sejujurnya hati ini terasa sakit mendengar ucapannya.

"Maafkan aku Rani jika perkataanku sedikit kasar. Aku hanya terkejut sekaligus merasa sedih terhadapmu. Kamu begitu menjaga hatimu selama ini untuk hal-hal yang berurusan dengan cinta dan perasaan. Tapi aku sebagai sahabatmu merasa sakit Ran ketika tahu siapa lelaki yang kau pilih untuk mendampingimu. Kamu tidak berpikir menerimanya karena dia tampan dan sudah memiliki pekerjaan kan Ran?", Sisil terus bicara, bahkan dengan tetesan air mata. Aku tahu perasaannya, tentu sebagai sahabat ia sangat mengkhawatirkanku. Sejujurnya aku sendiri tak tahu kenapa kukatakan "iya" untuk menerima Adi sebagai pendamping hidupku.

"Aku sudah berulang kali memantapkan hatiku dalam istikhorohku Sil. Aku tahu kamu menginginkan yang terbaik untukku. Tapi bukankah kamu dan bahkan aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan nanti?", ku genggam tanganku erat. Bergetar bibir ini mengatakan semua ini. Tapi aku tak boleh ragu. Sudah sejauh ini, bisa jadi keraguan itu adalah bisikan syetan yang terus menguji keimananku.

"Semua yang kau katakan tentang Adi, aku sangat tahu itu. Bahkan aku sudah mengkonfirmasi ke sahabat dekatnya. Tapi bukankah itu masa lalunya Sil? Sudah sepuluh bulan kita tidak lagi berinteraksi dengannya. Kita bahkan tidak tahu selama itu, apa yang dia lakukan. Bukankah sangat mungkin dalam waktu yang lama itu, dia melakukan instropeksi diri dan memperbaiki dirinya?", walau tegang aku mencoba melogikakan semampu yang ku bisa pada Sisil.

"Aku tak ingin menilai seseorang dari masa lalunya Sil. Aku hanya melihat perubahan padanya sejak dia datang menemui keduaorangtuaku. Aku melihat kesungguhannya. Dan aku pun mencari tahu informasi tentang dirinya dari siapapun yang dekat dengannya. Aku bahkan sudah bersilaturahim dengan kedua orangtuanya, dan dari situ aku melihat bahwa Adi begitu mencintai kedua orangtuanya. Keluarganya sangat harmonis Sil. Bukankah kau tahu, itulah salah satu caraku menilai seseorang yang akan menjadi pendamping hidupku?", aku memegang kedua tangan Sisil. Mencoba menjelaskan sekaligus menyakinkannya akan pilihanku, meski diri ini tak seratus persen yakin.

"Mengenai masalah tampan ataupun pekerjaan, astaghfirullah, aku bukan melihat dari lahiriyahnya Sil, apa lagi untuk menjadi suamiku. Siapapun ia, bagaimanapun pekerjaannya, tidak masalah bagiku. Aku hanya merasa Allah memberikan petunjuknya padaku. Memunculkan kemantapan dalam hatiku. Dan sampai sejauh ini, aku merasa persiapan pernikahanku dimudahkan Allah Sil", begitulah yang aku rasakan. Meski diri ini belum bisa mencintai Adi, atau timbul perasaan "kesengsem" padanya, tapi aku masih berusaha meyakini bahwa takdir Allah tidak akan pernah salah.

Sisil memelukku erat sambil sesenggukan. Aku pun mendekapnya dengan penuh kehangatan. Sebagai sahabat, kami memang begitu dekat. Padanya lah aku ceritakan segala hal dalam hidupku. Begitu juga sebaliknya.

"Rani, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Ana uhibbukifillah ukhti sholiha, semoga Adi lah seseorang yang tepat menjadi pendamping hidupmu. Semoga kamu dan bersamanya, dapat menjadai pasangan yang dipenuhi dengan cinta kepada Rabb kita, semoga sakinah mawadah dan warahmah.

Ku aminkan dalam-dalam do'a tulus dari Sisil....

Pernikahan memang bukanlah sesuatu yang mengerikan untuk dilakukan.. Namun tidak salah, jika kita memiliki anggapan, memilih pasangan adalah hal yang sulit dilakukan sesaat sebelum pernikahan itu dilaksanakan... Semuanya bagai misteri yang tidak pernah kita tahu akan terjadi apa di masa yang akan datang. Karena itu, sangat berarti peran Allah dalam membantu kita untuk memantapkan hati... karena Dialah yang mengatur semua takdir kita, termasuk jodoh. Dia lah yang tahu yang terbaik untuk kita. Karena itu, sepatutnya hanya pada-Nya lah kita memohon yang terbaik untuk hidup kita....   



Komentar

Postingan Populer