PIPIS SEMBARANGAN
Sebenarnya ini tulisan udah lama pengen gue buat. Tapi kok
radak menyentuh hal yang sensitif, jadi gue pending terus. Tapi karena
perjalanan Yogya-Lampung ini beberapa kali gue lihat orang “pipis” sembarangan jadi
gue gemes juga buat nulis artikel ini. Sebelumnya gue mau minta maaf dulu ke
pembaca kalau gue menyebutnya “pipis” di dalam tulisan gue ini. Maksud gue, supaya
orang bisa langsung penasaran aja sih sama judul tulisan gue, dan langsung
baca. Semoga juga orang tersebut bisa menerapkan apa yang gue inginkan dari
tulisan ini, yaitu jangan “pipis” sembarangan.
Gue emang suka sebel ngelihat orang berdiri membelakangi
jalan raya, terus tangannya seperti memegangi sesuatu. Gue khusnudzon aja sama
orang-orang kayak gitu, pasti mereka lagi “pipis”. Kenapa? Karena mereka
berdiri di antara semak-semak atau pohon-pohon dan rerumputan yang lebat.
Sempat clingak-clinguk ke kiri dan kanan yang gue kira mereka itu lagi
memastikan bahwa kondisi di sekitar mereka aman menurut mereka. Dan, lagi pula
nggak jauh dari tempat mereka berdiri dengan gaya aneh itu, ada kendaraan
mereka yang distandarkan di belakangnya. Entah becak, entah motor, entah bis
mini, entah truk, bahkan juga mobil pribadi yang mengkilat.
Kalau sudah kayak gitu posisinya, udah deh gue langsung
balikin muka dari kaca jendela bis yang gue tumpangi atau dari motor yang gue
kendarai. Gue suka mikir, mereka ini mikir nggak sih? Clingak-clinguknya mereka
buat memastikan aman tidaknya lingkungan mereka dari orang lain itu sangat
tidak berguna. Kenapa? Ya karena mereka pipis di pinggir jalan raya. Ya kalian
pasti tahulah yang namanya jalan raya, kendaraan macem-macem banyak betullah
jenisnya. Dari sepeda sampai truk tronton juga ada kali. Orang yang pipis
sembarangan itu nggak menyadari kalau bis-bis antar pulau yang lewat di belakang
mereka itu membawa penumpang banyak macemnya. Dari berbagai jenis umur. Waktu
itu ada ibu-ibu yang membawa anak duduk di belakang kursi gue. Anaknya bilang,
“mama, om itu pipis disitu. Kok nggak malu ya ma? Dedek aja malu”. Nah lhoh..
Gue heran aja, apa mereka nggak punya urat malu yah? Paling
nggak, malu sama taneman yang dipipisin lah. Andai aja Tuhan kasih keajaiban
buat taneman itu ngobrol, eh ngomong, taneman itu kali udah ngebentak
orang-orang yang “memipisinnya”. Lagian, itu ngebuat tempat tersebut jadi
pesing pastinya. Gue nggak tahu harus ngomong apa, kalau misal itu tempat yang
habis dipipisin orang-orang yang nggak bertanggungjawab, adalah lahan ngerumput
bagi orang-orang yang punya ternak. Dikira basah karena embun, padahal itu
karna dipipisin. Kasihan kan? Kok elu ketawa kalau kasihan?
Di sisi lain ya, emang mereka ini nggak risih ya habis “pipis” nggak cebok? Nggak gatel tah? Atau nggk jijik
tah? Gue yakin nih, orang-orang kayak gini sholatnya pasti bolong-bolong.
Kenapa? Ya iyalah, orang mau sholat kan kudu bersih dari hadast besar dan
kecil. Lha kalau cebok aja nggak, itu celana udah pasti bau pesing juga. Hina
deh.. Sebel deh...
Gue kira pipis itu bukan sekedar buang hajat yang
menggelikan kalau di tahan. Tapi juga pembelajaran tentang etika. Etika sesama
manusia atau sesama makhluk. Meskipun dia orang atheis ya, tapi kalau pipis
sembarangan menurut gue dia orang yang nggak beretika. Jadi pipis bukan soal
agama aja, tapi juga soal etika. Sopan santun. Soal punya malu atau nggak. Soalnya
kalau gue singgung-singgung agama, nanti ada yang bilang “nggak usah deh mencapuradukkan
pipis dan agama”. Kalau ada yang bilang kayak gitu, gue semprot deh tu orang
pake pestisida, apa lagi kalau itu orang muslim (hemm... sok berani deh ah
gue).
Jadi, buat kalian baik yang tua atau muda, baik laki-laki
atau cewe (kayaknya kalau cewe nggak ada ya), tolong dong jangan “pipis”
sembarangan. Banyak kali di sepanjang jalan itu tempat buat minggirin
kendaraan, lalu kalian dengan kebersahajaan masuk toilet, bayar dua ribu perak.
Ingat, bayar ya kalau ada kotak suruh bayar dan tulisan 2000, biar nggak ada
penjaganya sekalipun!!! Karena mereka udah berjasa ngebersihin tempat paling
kotor sedunia, karena toilet adalah tempat buang kotoran manusia. Jadi tolong
dong, kalian hargai orang yang sudah rela-relain bersih-bersih toilet supaya
kalian nyaman. Malu lah sama mobil mentereng dan mengkilat, tapi bayar uang
toilet aja nggak mau. Malu juga sama tas jinjing yang supppeerr up to
date modelnya bin mahal tapi ke toilet nggak mau bayar lantaran nggak
ada penjaganya, padahal ada kotak tulisan “pipis 2000”.
Apa susahnya sih berhenti di tempat publik yang menyediakan
fasilitas toilet? Masak iya, beneran lantaran nggak kuat nahan? Di pom bensin,
warung-warung tegal, mushola atau masjid, tempat perisitirahatan, restoran atau
rumah makan, pasti ada toiletnya kan? Jadi tolong deh, pipislah di tempat yang
aman, nyaman, dan yang tersembunyi jauh dari ruang terbuka dan ruang publik,
yang orang lain dari anak-anak sampek kakek-nenek bisa tahu kalau kalian sedang
“pipis”. Malu ihh...
Oh iya, buat ibu-ibu muda atau juga ibu-ibu tua yang udah dipanggil nenek, tolong juga donk anaknya atau cucunya diajarin "pipis" di tempat yang seharusnya. Kecuali emang ngompol, itu beda ya. Ini mereka udah bisa ngomong, "ma, pipis ma, pipis". Eh, si ibu tiba-tiba aja mlorotin celana anaknya sambil nunjuk tempat pakek ujung telunjuknya yang mengisyarakan "silahkan nak, pipis disitu". Padahal itu tempat umum, halaman rumah lah, pelataran masjidlah, taman bunga, dan lain-lain. Udah gitu, si anak nggak dicebokin nggak dibersihin, tau-tau celana udah dipakek-in lagi. Hallo, ibu-ibu dan mbak-mbak tau hukum thoharoh nggak? Pipis antara anak laki dan perempuan itu beda lho cara membersihkannya. Dan kebersihan adalah bagian dari iman. Jadi toling hati-hati ya...
Ini gue lampirin tentang penjelasan syari’at tentang “pipis”
sembarangan. Jadi, buat yang udah pernah dan bahkan mungkin sering jangan
diulangi lagi ya...
“Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap bahwa itu bukan perkara
besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang pertama disiksa karena
tidak menutupi diri ketika kencing. Adapun orang yang kedua disiksa karena suka
mengadu domba.” (HR. Bukhari 216 dan Muslim no. 292).
Sumber : https://rumaysho.com/7216-hukum-kencing-sembarangan-di-pinggir-jalan.html
Sumber : https://rumaysho.com/7216-hukum-kencing-sembarangan-di-pinggir-jalan.html
https://rumaysho.com/7216-hukum-kencing-sembarangan-di-pinggir-jalan.html
Komentar
Posting Komentar