Ambil Hikmahnya Dari Sesuatu Yang Dinilai Sepele...

Saat ini tanggal 30 Desember 2016. Lebih tepatnya kemarin (29 Desember 2016) pagi saat saya membuka handphone karena terdengar dering sms yang masuk. Isinya pemberitahuan bahwa jurnal saya yang sudah saya submit hampir dua bulan lalu, sudah direview oleh reviewer. Tanpa tunda-tunda akhirnya saya buka akun saya dan saya check, ternyata sudah satu minggu (21 Desember 2016) lebih jurnal tersebut sudah direview. Subhanallah, saya bukannya senang tapi lebih banyak sedihnya. Mengapa? Karena saya tiap hari buka akun saya, tapi yang tampak di mata saya adalah belum ada pemberitahuan. Jurnal saya kok belum direview. Saya temui pengelola jurnal, termasuk sms adminnya, tapi hampir dua bulan saya check akun belum ada pemberitahuan apapun. Bagi saya, waktu satu minggu itu sangat berarti. Harusnya kalau saya buka di tanggal yang sama dengan balasan dari reviewer (21 Desember 2016) maka esoknya saya sudah bisa upload kembali revisinya dari saya. Dan kemungkinannya, dua, tiga, empat, atau sampai hari ini, saya sudah bisa terima sertifikat acceptance dari pengelola jurnal. 

Mengapa kemudian sertifikat acceptance itu penting bagi saya? Karena sertifikat itu adalah syarat untuk mendaftar ujian tesis. Tanpa itu, maka berkas saya dinyatakan tidak lengkap dan saya tentunya tidak bisa ujian. Padahal, tanggal 10 Januari 2017 adalah tanggal terakhir penututapan pendaftaran dan pengajuan berkas wisuda. Hal ini kemudian menjadi penting lagi, karena saya dipertengahan januari harus pulang ke Lampung untuk mempersiapkan diri pergi ke tanah suci yang insyaallah akan berangkat tanggal 31 Januari 2017 bersama keluarga. Di sisi lain, jika saya belum yudisium, maka saya tetap dikenakan untuk bayar SPP yang besarnya dalam angka jutaan tanpa adanya potongan. Padahal saya sudah tidak kuliah di kelas lagi, dengan kata lain tinggal ujian saja. Di samping itu, saya ingin tanggungjawab atau urusan yang berkaitan dengan perkuliahan ini cepat segera selesai, supaya saya lebih bisa tenang saat ibadah di tanah suci dan juga supaya bisa lebih lama tinggal di rumah sambil menunggu wisuda di bulan April 2017. Sungguh, satu permasalahan yang tidak selesai akan berdampak pada banyak hal. Dan semua itu membuat kekhawatiran yang lebih besar dalam hati.

Lalu ketika saya mendapatkan pesan SMS dari pengelola jurnal yang kemudian saya mengechek akun dan ternyata jurnal saya sudah direview, tapi saya tidak menjumpai pesan itu di akun saya padahal setiap hari saya buka akun saya itu membuat saya berfikir, ada apa dengan semua ini? Apa hikmahnya? Apa kesalahan saya? Kok bisa, saya tiap hari buka akun tapi tidak menemukan konfirmasi bahwa jurnal saya sudah direview? Pasti ada yang salah dalam diri saya.

Dan dugaan saya adalah semua ini karena saya tidak pernah berdo'a pada Allah swt supaya saya dimudahkan dalam menyelesaikan jurnal dari tahap penulisan dan penyusunan sampai di acceptance. Saya terlalu sombong untuk memohon pada Allah swt, walau saya merasa juga tidak bertinggi hati bahwa saya bisa (saya tidak merasa bahwa saya menyepelekan Allah swt). Dengan kata lain, saya biasa-biasa aja. Ya menjalani saja setiap tahapan dan prosedur yang harus dilewati oleh saya dalam rangka menerbitkan jurnal saya ini. Dan mungkin karena saya biasa-biasa saja, merasa tidak memerlukan pertolongan Allah swt yang akhirnya saya tidak berdo'a maka proses yang harus saya lalui ini panjang. Di sisi lain, kondisi futur sangat berpengaruh pada segala hal yang berhubungan dengan hajat atau keinginan saya. 

Saya mengamati (terutama bagi setiap perempuan, pasti punya masa udzur) bahwa ketika dalam kondisi futur (sebetulnya tidak saja saat udzur) ada saja masalah yang timbul dalam keseharian. Apapun itu, dari yang sepele sampai yang serius. Ini pengalaman saya. Banyak hal atau kejadian yang ketika saya jauh dari Allah swt, disitu banyak sekali kesulitan dan kesusahan. Dari psikologis juga sangat terasa pengaruhnya. Emosi yang tidak terkendali, malas bergaul dan bercakap dengan banyak orang (lebih suka menyendiri), tidak tahu apa yang harus dikerjakan (yang prioritas dan yang bukan prioritas), malas untuk berkegiatan (membaca, bersih-bersih rumah, berangkat kajian, termasuk dalam ibadah), dan lain-lainnya. Semua ini terasa menyiksa sekali, tapi untuk bangkit atau keluar dari situasi yang membelenggu itu sulit sekali. Bahkan untuk sekedar berdo'a "Ya Allah keluarkan aku dari banyak hal yang tidak membuatku berdaya" itu pun enggan, karena syetan sudah terlanjur menggelayut dan nyaman meninggali diri ini. Astaghfirullahhaladziim.. Sungguh mengerikan...

Oleh karena itu, kita perlu mengetahui penyebabnya. Bagaimana awal mula kita bisa menjadi futur. Apakah karena memang siklus bulanan? (khususnya bagi perempuan). Apakah karena kita mengerjakan suatu maksiat yang tidak kita sadari bahwa itu adalah maksiat? Apakah karena memang kondisi iman kita saja yang sedang turun? Atau karena apa. Ketika kita sudah mengetahui penyebabnya maka segera beristighfar dan mencoba untuk bangkit lagi dari futur atau ketidakberdayaan. Memang ini sangat susah. Dan karena kondisi futur ini biasanya berulang, maka perhatikan dan amati treatment yang biasa kita pakai saat sedang menghadapi situasi ini. Setiap orang tentu berbeda-beda caranya. Ada yang memerlukan bantuan orang lain dan ada juga yang dapat memulihkan dirinya sendiri tanpa bantuan siapapun.

Diantara yang dapat kita lakukan untuk bangkit dari kefuturan adala sebagai berikut :

1. Datang Kajian Islam (majelis ilmu) 

Saat kita futur, datanglah ke kajian islami yang membahas ilmu-ilmu agama. Terutama, pilihlah kajian yang menyelenggarakan tema-tema yang berhubungan dengan ketauhidan dan kebersihhan hati. Dengan hadir di kajian, kita akan mendapatkan pencerahan dari materi yang disampaikan oleh ustadz/ustadzah. Secara psikologis, kita juga bertemu dengan banyak orang (jama'ah) di saat kajian-kajian tersebut. Amatilah mereka, dan berkenalanlah dengan mereka. Syukur-syukur dapat berkenalan lebih dalam sampai ada "sesuatu" yang bisa kita dapatkan dari orang yang kita temui yang hal itu menambah kita untuk banyak bersyukur atau bersabar. Dengan arti lain, mengambil pelajaran dari masalah atau pengalaman orang lain, dengan begitu akan membuka satu pintu yang menutup hati dan pikiran kita dari kejernihan. Usahakan ikuti kajian sampai selesai, karena biasanya diakhir kajian akan ada do'a yang dipimpin oleh ustadz/ustadzah sehingga kita dapat dengan khusyuk mengikuti do'a tersebut, kita berharap ada rahmat Allah swt yang menyelimuti hati kita. Ada keberkahan yang kita dapatkan dari do'a-do'a yang diaminkan oleh banyak orang tersebut sehingga membuka pintu lainnya yang menutup hati dan pikiran kita dari kejernihan/kemurnian.

2. Dengarkan Murottal

Saat dalam kondisi futur, biasanya kita lebih senang mendengarkan musik yang galau atau jauh dari nilai-nilai illahiyah. Karena itu, hal itu harus kita stop. Karena masih berat untuk membuka Al-Qur'an dan membacanya (karena masih futur tadi) maka putar saja murottal baik dari leptop maupun handphone kita. Usahakan cari murottal yang dilantunkan dengan sangat indah oleh syeikh-syeikh. Lalu kita bisa duduk bersandar pada dinding, atau berbaring. Pejamkan mata sesaat sambil meresapi ayat-ayat Al-Qur'an yang dilantunkan. Meskipun kita tidak paham artinya, dengarkan saja. Fikirkanlah dosa-dosa yang kita lakukan, lalu beristighfarlah. Pikirkan juga kematian dan ampunan Allah swt. Dengarkan dalam jangka waktu yang lama sampai kita merasa lebih tenang.

3. Kunjungilah Masjid

Kita juga bisa mengunjungi masjid dan ikut sholat berjama'ah. Masjid yang saya maksud adalah masjid-masjid yang sudah terkelola dengan baik. Termasuk imam sholatnya yang memiliki bacaan yang baik dan indah. Masjid yang makmur, banyak yang sholat berjama'ah di dalamnya. Lalu, berdiam dirilah sampai sholat berikutnya tiba. Ketika memasuki masjid tersebut niatkan untuk i'tikaf walau hanya duduk tidak lama. Setelah sholat, merenunglah dan berdo'alah. Hal ini dikarenakan suasana yang akan kita dapatkan itu berbeda ketika kita hanya sholat di rumah atau di masjid/mushola yang tidak banyak jama'ahnya. Dengan suasana yang kondusif akan mempengaruhi diri kita untuk lebih khusyuk dan dengan harapan dapat mempengaruhi diri kita untuk merenung atau mengevaluasi diri selepas sholat. Suasana yang kondusif juga akan memancing kita untuk konsentrasi dalam mengingat Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya dan mengenali diri kita yang hanya manusia biasa. 

4. Hubungi Teman

Adakalanya kita memerlukan pertolongan orang lain saat kita dalam kondisi futur. Mintalah teman kita untuk mengingatkan kita agar bangun malam (tahajud), sholat dhuha, mengajak kita pergi kajian, atau sekedar jalan-jalan biasa. Karena bisa jadi kita terlalu suntuk dan jenuh dengan aktivitas keseharian sehingga kita butuh refresh fikiran dan hati kita. Dengan meminta bantuan teman itu akan menjadi solusi bagi kita supaya bangun dari ketidakberdayaaan.  

Komentar

Postingan Populer