Kegelisahan VS Ketenangan
Untuk kesekian kalinya aku membuka microsoft word
dan seketika mengurungkan niat untuk menulis di worksheet yang berwarna putih
bersih. Rasanya dentuman jari-jari di atas keyboard beku kedinginan hingga tak
bisa bergerak. Otak pun seketika mandeg tidak bisa membayangkan susunan huruf
a sampai z menjadi redaksional kalimat.
Ngeblank. Tapi jauh di dalam hati ini begitu menyeruah,
mendorong-dorong untuk menuliskan kegelisahan dan kerisauan yang seringkali
berakhir pada air mata tak beralasan. Rasa-rasanya terlalu banyak kekurangan pada
diri,
hingga tak mampu dianalisis. Data eror bukan karena salah dalam meregresi, tapi
lebih kepada kesalahan dalam pengambilan data di lapang. Dengan kata lain, data
tidak tersedia di lapangan tapi memaksa untuk diolah, pada akhirnya data yang
diambil tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Ibarat kata, kita ingin meregresi tingkat
keimanan, tapi data yang kita ambil adalah besarnya kemaksiatan yang kita perbuat. Tanpa diregresi pun dapat diketahui,
sebagaimana indikator dalam skala likert, bahwa tingkat keimanan kita ternyata rendah, bahkan sangat rendah.
Tetapi kegelisahan tetaplah kegelisahan
yang akan terus menyakiti sebelum menemui ketenangan. Maka, dengan sisa-sisa tenaga mencoba
mencari ketenangan dimanapun berada. Buku-buku pembersih jiwa coba dimerger
dengan cerita biografi tokoh islam. Kaki pun memaksa hadir di tengah majelis
ilmu walau berat untuk melangkah.
Lantunan murottal diperdengarkan pada telinga yang disumbat mikrofon.
Dan satu lagi, meluangkan waktu bertemu sosok teman yang menyejukkan. Tapi,
semua usaha itu mental tak berbekas.
Kegelisahan tetap bercokol dalam hati yang tak ingin ditempati. Wahai jiwa,
dimanakah kamu? Jangan tinggalkan raga ini menafasi illahi tanpa kehadiranmu.
Karena yang ada hanyalah penyia-nyiaan waktu. Wahai jiwa, kembalilah. Iringilah
raga ini hingga waktunya kembali pada rabbi.
Yaa Ayyatuhan Nafsul Mutmainnah, Irji'ii
Ilaa Rabbiki Radhiyatan Mardhiyah, Fadkhulii fii Ibadii Wadkhulii Jannatii.
Namun pencarian
ketenangan bukanlah tanpa hasil… Walau kemana-mana kita harus pergi mencari… Perjalanan
panjang kegelisahan itu ternyata berhenti saat aku melabuhkan pada yang
menciptakan ketenangan. Mengadukan pada-Nya tanpa peduli lelahnya lutut duduk
bersila dan kedua tangan menengadah. Menceritakan segala sesuatu pada-Nya walau
hanya dengan diam dan terisak. Merendahkan diri serendah-rendahnya pada
penghambaan dalam sujud-sujud lail yang panjang. Tangisi, renungi, dan
pertobati segalanya sampai selesai. Pastikan itu bukan permainan syetan yang
tidak berbekas pada perbaikan diri. Duhai yang membolak-balikkan hati, tetapkan
hati ini pada agama-Mu dan keta’atan pada-Mu....
Komentar
Posting Komentar