Peran Muslimah Dalam Membangun Peradaban

Masih dalam suasana bulan Desember, bulan dimana tanggal 22 yang lalu, kita ketahui sebagai hari ibu. Meskipun banyak pro kontra antara memperingati hari ibu atau tidak, namun menurut saya tidak ada salahnya jika pada setiap tanggal 22 desember kita jadikan momentum untuk secara penuh memberikan perhatian yang lebih kepada ibu kita. Wajib bagi anak-anak mendo'akan kedua orangtuanya terlebih lagi ibu kita di setiap waktu kita. Setiap hari, setiap habis sholat. Begitupun berlaku baik kepadanya, menunjukkan akhlak yang baik di setiap kesempatan. Namun, seorang ibu kadangkala di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, menginginkan sesuatu yang special yang diberikan oleh anak-anaknya. Perhatian yang lebih. Seperti memberikan hadiah atau ucapan-ucapan yang indah. Seringkali anak-anak merasa malu untuk menunjukkah hal seperti itu kepada ibunya. Oleh karenya, hari ibu dapat menjadi sebuat momentum bagi anak-anak untuk memberikan perhatian yang lebih kepada ibunya.

Membicarakan Ibu tentu kita akan ingat title yang diberikan kepada Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim as. Beliaulah Ibunda daripada ibu. Sosok yang penuh dengan kesabaran, keteguhan dan keyakinan yang luar biasa ketika diuji oleh Allah swt. Untuk itu, di awal ini saya akan mengajak anda untuk sedikit mengingat kisah bunda siti hajar tersebut.

Suatu hikmah yang harus kita renungkan sebagai seorang muslimah mengapa Siti Hajar dinobatkan sebagai Ibunda daripada ibu. Suatu hal yang juga perlu kita cari hikmahnya, mengapa lahir seorang anak dari Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim as, yang kita ketahui bahwa Siti Hajar adalah seorang budak yang berkulit hitam berkebangsaan ethiophia. Kita tahu bahwa sampai saat ini, ethiopia adalah daerah dengan kondisi perekonomian yang sangat terpuruk. Masyarakatnya miskin dan tidak sejahtera. Namun karena kesholihannya, dan juga rahmat allah swt maka kemuliaan itu diberikan kepada Ibunda Hajar.

Mengingat kembali, kisah yang tak pernah lekang oleh waktu, yakni kisah ismail. Suatu ketika, setelah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar hijrah menuju ke mekah,tibalah mereka ditempat yang gersang yang saat ini kita kenal dengan kota Mekkah Al-Mukaromah. Sesampainya disana, Nabi Ibrahim berkata kepada Siti Hajar akan pergi meninggalkan Siti HAjar dan anaknya ismail disana. Dengan kondisi sekitar yang jauh dari penduduk, tidak ada satu orangpun, tidak ada sumber air, tidak ada pepohonan yang menyejukkan, dan tidak ada apapun yang dapat dijadikan tempat berlindung. Karena itu Siti HAjar berkata kepada Nabi Ibrahim as, "wahai suamiku, mengapu engkau tega meninggalkan ku dan anakmu di tempat seperti ini?", Namun Nabi Ibrahim as hanya terdiam tidak menjawab. Pertanyaan yang sama pun dilontarkan kembali oleh Siti Hajar sampai pada yang ketiga kalinya. Namun jawaban yang sama juga diberikan Nabi Ibrahim as, beliau hanya terdiam. Maka kemudian Siti Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim as, pertanyaan yang berbeda, "wahai suamiku, apakah ini adalah perintah Allah swt?", kemudian Nabi Ibrahim as hanya mengangguk pelan. Maka Siti Hajar berkata, "wahai suamiku, jika ini adalah perintah Allah swt, maka laksanakanlah, karena Allah swt tidak akan menyia-nyiakan kami berdua (Siti Hajar dan Ismail)".

Dari kisah di atas, kita dapat mengambil pelajaran, betapa besarnya keteguhan dan keyakinan yang dimiliki oleh Siti Hajar. Seorang budak, hamba sahaya yang miskin dan berkulit hitam. Betapa agungnya akhlaknya, kepasrahan yang total kepada Sang Maha Pencipta. Keyakinan yang luar biasa dimiliki oleh seorang wanita. Bagaimana dengan kita? Maka pantas saja jika Siti Hajar dijuluki sebagai ibunda daripada ibu. Selanjutnya, kita akan menuju pada topik peran muslimah dalam membangun peradaban.


Muslimah adalah makhluk allah swt yang luar biasa. Ia diberikan oleh Allah swt kelebihan rasa dalam hatinya. Dengan perasaannya yang dominan, muslimah akan dapat mencintai dan menyayangi sepenuh jiwa orang-orang didekatnya. Ia akan menjadi sumber penyejuk jiwa bagi orang-orang disekelilingnya. Sebagai center putaran akan kehidupan. Muslimah itu begitu berharga, namun banyak sekali seorang muslimah yang tidak menyadari bahwa betapa berharganya ia. Karena itulah, penting bagi muslimah untuk mengetahui peranannya terutama dalam pembinaan di masyarakat. Setelah ia mengetahui betapa berharganya ia, maka ia harus menjadi madrasah bagi keluarganya dan masyarakatnya. Untuk itu, perlu tiga modal yang harus kita ketahui sebagai seorang muslimah untuk dapat mengambil peran di masyarakat.

(1) Quwatul Aqidah atau Rukhiyah

Kekuatan aqidah atau rukhiyah adalah modal awal bagi seorang muslim/muslimah dalam berdakwah. Ketika kekuatan ini sudah tertanam kuat di dalam hati dan akalnya, maka insyaallah ia tidak akan tergoyahkan dengan hal-hal yang dapat melunturkan gerakan dakwahnya. Seseorang yang memiliki rukhiyah yang bagus, maka ia akan menjadi magnet bagi orang-orang di sekelilingnya, meskipun dia hanya terdiam tidak melakukan apapun yang berhubungan dengan dakwah. Orang-orang akan merasa tenteram dan nyaman berada di dekatnya. Apa lagi jika bagi seorang aktivis dakwah yang wajib hukumnya mendakwahi orang-orang disekelilingnya, maka wajib pula baginya untuk memiliki kekuatan rukhiyah yang baik.

Teringat nasihat seorang sahabat Rasulullah saw, Umar bin Khattab, semoga Allah swt merahmatinya. Ia mengatakan bahwa "sesungguhnya kemenangan seorang mukmin yang diperolehnya adalah dikarenakan sedikitnya dosa-dosa yang dilakukannya dibandingkan dengan para musuh islam. Karenanya, Allah swt berkenan menolong perjuangan seorang mukmin". Hal ini menandakan bahwa, kekuatan rukhiyah adalah suatu cara menarik pertolongan Allah swt ketika umat muslim sedang dalam kesulitan yang besar. Hal ini pula yang menarik keajaiban-keajaiban yang seringkali tidak bisa diterima logika manusia. Keajaiban yang merupakan pertolongan Allah swt. Karena itu, dengan mendekatkan diri kepada Allah swt melalui perbaikan dan penambahan ibadah-ibadah, insyaallah akan menjadi satu modal bagi seorang muslimah dalam menjalankan perannya di masyarakat.

Kita tahu bahwa ada orang yang sudah wafat, tapi namanya harum dan dikenang sepanjang masa oleh orang-orang setelahnya. Padahal ia tidak pernah bertemu dengan orang itu. Dengan hanya mengetahui namanya dan sejarah hidup orang yang telah wafat itu, maka seseorang dapat menghidupkan hatinya. Tertular menjadi pribadi yang lebih baik. Namun ada pula orang-orang yang masih hidup, sehat, kuat, bermartabat, tapi ketika orang melihatnya secara langsung, hatinya menjadi mati dan membatu. Tidak ada ketakziman yang didapatkan dari orang yang hidup itu. Tidak ada penghormatan, bahkan justru mungkin adalah penghinaan yang diberikan. Na'udzubillahimindzalik. Bagaimana dengan akhir hidup kita nanti? Semoga ALlah swt mengampuni dosa-dosa kita. Maka, dengan demikian adalah yang membedakan orang hidup dan mati bukan masih atau tidak adanya nyawa. Tetapi juga kekutan rukhiyah yang pernah dimiliki. Orang-orang yang telah wafat namun masih banyak dirindukan dan diteladani disebabkan karena besarnya kekuatan rukhiyah yang ia miliki semasa hidupnya.

(2) Quwatul Ukhuwah

Ukhuwah adalah terikatnya ruh dan hati yang diikat oleh ikatan Aqidah. Belum dikatakan seseorang telah berukhuwah jika hanya dicirikan dengan selalu pergi bersama, main bersama, makan bersama dan kesenangan-kesenangan lainnya yang dilakukan bersama-sama ketika didalamnya tidak ada perbaikan aqidah itu sendiri. Namun demikian, seseorang yang jarang bertemu atau bahkan tidak pernah bertemu sama sekali dapat terjalin ikatan ukhuwah, karena yang mengikatnya adalah hati dan aqidah yang kuat. Maka, kerja ukhuwah itu bukanlah pekerjaan manusia, tetapi pekerjaan Allah swt yang menyatukannya. Manusia hanya berusaha untuk selalu mendekat pada Allah swt agar menjadi pribadi yang lebih baik. Sehingga dengan menjadi pribadi yang baik Allah swt akan mempertemukannya dengan orang-orang yang baik pula. Hal ini karena ruh-ruh seorang manusia itu akan berbaris, berkumpul yang sesuai dengan jenisnya. Arruhu junudum mujanadah. Maka dapat kita lihat fenomena yang terjadi, dimanapun beradanya seorang yang bertaqwa maka ia akan dipertemukan dengan orang-orang yang bertaqwa pula dan kemudian mendapatkan pertolongan Allah swt dalam setiap kesulitannya. Sebaliknya, seseorang yang tidak bertaqwa orang yang kufur maka akan dipertemukan pula dengan orang-orang yang kufur yang karena perkumpulannya itu tidak akan didapatkan kebaikan-kebaikan.

Betapa besarnya arti ukhuwah itu bagi seorang muslim. Sehingga dalam sebuah hadist disampaikan bahwa "belum dikatakan beriman jika seseorang itu belum mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri". Dalam hal ini keimanan seseorang diukur dari seberapa besar penghormatan, kepedulian, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan kepada orang-orang yang ada disekelilingnya. Ketika, kita merasa bahwa betapa sulitnya menjalin ukhuwah dengan orang-orang yang ada disekeliling kita, maka kita perlu menginstropeksi diri kita. Bisa jadi, kesalahannya bukan karena kita tidak mengetahui teknik pergaulan, tetapi bisa jadi penyebabnya adalah rapuhnya iman kita. Hal ini dikarenakan, tidak ada iman ketika kita tidak mampu menjalin ukhuwah. Sebaliknya, tidak ada ukhuwah jika tidak dilandasi dengan iman. Maka salah satu tanda orang mukmin adalah ketika banyak orang-orang yang mengerumuninya, apakah dalam hal karena menuntut ilmu atau karena yang lain. Yang pasti orang lain itu suka dekat-dekat dengannya. Dan sebagai muslimah, kita perlu menyadari seberapa besar orang-orang yang ada disekeliling kita suka dengan kita, seberapa besar kebermanfaatan diri kita untuk orang-orang yang ada di dekat kita. Semakin besar kontribusi kita untuk mereka, -bisa ditandai dengan banyaknya waktu yang kita khususkan untuk mereka- maka bisa dikatakan kita adalah muslimah yang pandai berukhuwah. Namun jika sebaliknya, maka perlu bagi kita untuk menginstropeksi diri.

(3) Quwata Shillah

Yakni kekuatan pendukung yang harus dimiliki oleh setiap muslimah. Yang dimaksud dengan kekuatan pendukung disini adalah spesialisasi. Bisa spesialisasi keilmuan atau keterampilan. Seorang muslimah wajib baginya untuk menuntut ilmu. Ilmu itu ada yang fardhu a'in ada juga yang fardhu kifayah. Keilmuan yang fardhu a'in adalah keilmuan yang wajib dimiliki oleh individu. Sedangkan keilmuan fardhu kifayah adalah keilmuan yang tidak wajib dikerjakan oleh individu karena sudah ada yang mengerjakannya.

Bagi seorang muslimah, ada beberapa ilmu yang wajib dipelajarinya seperti ilmu kerumahtanggaan (menata rumah, memasak, dll), fiqih munakahat, fiqih thoharoh, tarbiyatul aulad, dan masih banyak lagi. Sedangkan fardhu kifayah berupa keilmuan yang biasanya berupa profesi.

Dengan memiliki 3 bekal, yaitu quwata aqidah, quwata ukhuwah, dan quwata shillah, insyaallah peran muslimah di dalam masyarakat yang bertujuan untuk membangun peradaban dapat terealisasi dengan baik.

Ringkasan Kajian "Peran Muslimah Dalam Membangun Peradaban" Yogyakarta, 26 Desember 2014 @ DPW PKS Yogyakarta


Komentar

Postingan Populer