RINDU

Apa yang engkau tahu tentang satu kata itu? Rindu. Definisinya adalah apa yang kamu rasakan dalam hatimu. Bagiku, penyakit hati yang sangat membahayakan adalah rindu. Jika marah, kamu bisa melampiaskannya langsung dengan orang yang kamu marahi. Jika benci kamu bisa langsung membenci orang lain tanpa belas kasih. Jika cinta kamu bisa mengatakannya pada orang yang kamu cintai. Tapi jika rindu? Ttidak ada obat yang bisa menyembuhkannya selain sebuah pertemuan. Jikapun sudah bertemu, bukan ungkapan rindu yang bisa menenangkan hatimu. Melainkan sebuah pelukan, dan kebersamaan selamanya. Hanya sesama hatilah yang paling mengerti. Kamu mentransfernya melalui hati dan ia menerimanya dengan hati juga.

Apakah kamu pernah merasakan rindu yang amat dalam pada seseorang? Siapa? Kalau aku, pernah. Bahkan sampai saat ini. rindu yang tak pernah terobati. Karena aku tak pernah bertemu lagi dengannya. Sekilas kenangan yang barangkali bisa membuatku sedikit tersenyum. Tidak mengobati. Kenangan yang semakin memudar perlahan-lahan. Semakin buram. Sudah delapan tahun yang lalu. Cinta yang pernah tumbuh tak bisa hilang begitu saja. Begitu banyak peristiwa yang membersamai perjalanan waktu, tapi hatiku masih terasa jalan di tempat. Lelah. Menderita. Beribu kali doa ku lantunkan pada sang khalik, hanya Dia satu-satu nya tempat ku bercerita. Tempatku mengeluarkan rindu ini. Tempatku menangis. Tapi tak juga hilang rasa rindu ini. Aku ingin berhenti. Aku ingin cukup merinduinya. Tapi keinginanku tak pernah sejalan dengan hatiku. Bukan aku tak berusaha. Tapi karena usahaku selalu gagal. Entahlah.

"Naya, hari ini kamu ada acara apa?", Lira menanyaiku sekaligus membuyarkan lamunanku. Perasaanku semalam masih terbawa sampai hari ini. Tak ada semangat.

"Hey,kau mengagetkanku. Nggak ada. Hanya istirahat sebentar disini, setelah itu aku pulang", jawabku sambil menyembunyikan kegalauanku.

"Temani aku yuk, aku mau cari cake buat mama. Hari ini mama ulang tahun", keceriaan Lira meluruhkan hatiku. Baiklah. Lagi pula aku tak ada agenda.

"Ayuk, sekalian aku pengen refresh otak dan hatiku", aku tersenyum pada Lira.

Toko cake dari kampus sebenarnya tidak jauh. Hanya saja jalan yang satu arah mau nggak mau membuat mobil kami harus memutar. Sore hari begini, jalanan sudah pasti macet. Banyak orang baru pulang dari tempat kerjanya, juga dari kuliahnya. Lira memutar radio. tepat disaat channel radio sedang memutarkan lagu gubahan grub band letto. Ruang rindu.

"Ra, kau pernah merindukan seseorang?", tanyaku pada naya yang sedang menikmati lagu. Jalan yang super macet membuat mobil kami berjalan pelan.

"Pernah. Aku selalu rindu dengan ayahku Nay", gerakan tangannya terhenti. Lira menatapku.

Yah, kematian ayahnya satu tahun yang lalu cukup membuat Lira shock. Ayahnya kecelakaan dan tewas di tempat kejadian. Aku pun menganggukkan kepalaku, turut prihatin.

"Kau tahu, rasanya tuh sakit. Saat kita ingin bertemu dengan orang yang kita sayangi, yang kita cintai, tapi kita tak pernah bisa lagi bertemu. Bukankah itu berarti rinduku tak pernah terobati Nay?", setidaknya apa yang dirasakan Lira sama denganku. Meski orang yang kurindukan tentu saja masih bisa ku temui. Tapi seperti ada penghalang yang tak mungkin ku terabas agar aku bisa bertemu dengannya.aku menguburnya.

"Nay, kalau kamu sedang merindukan seseorang dan kamu masih bisa menemuinya. Maka temuilah dia. Sebelum kamu menyesal", seolah Lira tahu apa yang kurasakan. Kami pun terdiam.

Tugas kuliah yang antri akhirnya selesai aku kerjakan. Tiga malam berturut-turut aku harus lembur sampai malam. Lelah sekali. Ku lihat jam dinding kamar, pukul satu malam. Saatnya istirahat. Merebahkan badan yang sudah kaku-kaku. Duduk lama diatas kursi, menatap lembaran-lembaran angka badan pusat statisktik membuat badanku pegal nggak karuan. Brakkk.. Aku melemparkan tubuhku di atas kasur yang empuk. Kasur yang sudah memanggil-manggilku sedari tadi. Tapi aku berusaha sekuat tenaga mengacuhkannya. Alhamdulillah... ku miringkan badan ke kiri kanan. Alhasil tulang-tulang pun saling bersiulan. kretek kretek kretek kretek.... Aku pejamkan mata ini. Ku harap segera bisa tidur. Setiap lebih dari jam dua belas malam aku justru jadi insomnia.

Baru berapa detik mata ini terpejam, handphone ku bergetar cukup lama. Ku pikir hanyalah sebuah pesan, ternyata ada panggilan. Ah, nomor siapa ini? Aku tak mengenalinya. Kenapa telpon malam-malam begini. Tidak bisa besok apa. Aku membiarkannya hingga berhenti bergetar. Tak berapa lama, handphone ku bergetar kembali. Ku sumpal telingaku dengan bantal. Aku tetap tak mau mengangkatnya. Biasalah pasti ini anak alay yang pada iseng-iseng. Untuk kelimakalinya, handphoneku masih tetap saja bergetar. Siapa sih?? Bete banget. Tak tahan lagi. Dengan ancang-ancang emosi dan amarah yang mau aku keluarkan pada si penelpon, aku pun mengangkat telponnya.

"Assalamu'alaikum. Siapa ini? Maaf sudah malam. Telpon besok lagi saja. Jangan ganggu orang tidur", klik. Aku langsung putuskan sambungan telponnya. Padahal di ujung sana, belum terdengar suara sama sekali. Siapa kah gerangan? Handphoneku bergetar lagi. Tak tahan rasanya.

"Tolong ya.. ja...", belum selesai aku memaki si penelpon, terdengar sautan dari suara di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam Naya. Maaf mengganggu istirahatmu. Apa kabar?", suara itu. Sepertinya aku mengenalinya. Aku masih menerka-nerka siapa dia. Sesaat kami saling terdiam.

"Maaf, ini siapa?", masih dengan sedikit ketus aku memberanikan bertanya. Salah siapa telpon tengah malam begini.

"Lupa ya, saya Fahmi Nay", tidak salah lagi. Tebakanku benar. Ada apakah gerangan telpon malam begini? Setelah sekian tahun tak ada lagi kabar. Tak ada lagi kesempatan bertemu. Dan, harusnya dia tak ada lagi menyimpan nomor handphoneku. Ini sudah kelima kalinya aku ganti nomor sejak delapan tahun yang lalu.

"Siapa? oh... Apa? Fah... Fahmi?", gelagapan juga ni mulut mau ngomong. Rasanya seperti mimpi. Ku cubit pipi kiriku. Sakit.

"Alhamdulillah baik, Fahmi apa kabar? Kenapa tengah malam telpon?Maaf ya tadi sempat marah-marah", aku memberanikan diri bertanya. Walau maksudku yang sebeanrnya adalah menyindirnya. Informasi seperti apa yang tak bisa ditahan, sampaikan disaat waktu siang tiba.

"Saya baik juga. Iya, mahon maaf juga sebelumnya mengganggu istirahatmu. Saya hanya mau kasih kabar. Maafkan saya terlupa memberitahu jauh-jauh hari. Besok ada waktu?", tanyanya membuatku cukup deg-degan. Setauku dia tidak tinggal di kota ini saat ini. Dia bekerja di pulau seberang.

"Besok? Kebetulan hari minggu nggak ada kegiatan, kenapa ya?", jawabku sambil menerka-nerka ada apa?

"Alhamdulillah, iya saya mau menyampaikan undangan, dengan besar harapan, tolong hadir di pernikahan saya ya Naya. Akadnya besok di rumah mempelai perempuan pukul sembilan. Kebetulan rumahnya dekat kampus Naya. Khawatir besok pagi nggak sempat kabari, jadi malam-malam gini terpaksa telpon Naya", gleekkk....

Mimpi apa kemarin malam? Kamu? Orang yang kurindukan selama ini? Yang menghubungiku setelah sekian lama, ternyata hanya untuk kasih kabar, bahwa kamu besok akan menikah? Lemas sudah rasanya seluruh tubuhku. Gemetar kaki dan bibir ini. Terasa hangat mataku. Dan saat terdiam itulah, air mataku meleleh... Fahmiiii.... barakallah... aku berbisik di hati.. tak kuat untuk mengatakannya dalam lisanku...
Add caption

Komentar

Postingan Populer